Selasa, 24 April 2012

asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
            Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
            Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. ( Cecily L Betz, 2002 ).
            Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. (Tika Putri, http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan perawat lebih mengenali tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana keperawatan terhadap pasien nefrotik.

  1. Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, penyebab,tanda gejala, diagnosa, dan penatalaksanaan medis dari penyakit sindrom nefrotik.
b.    Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan sindrom nefrotik.
c.    Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
d.    Mahasiswa mampu melakukan rencana keperawatan pada pasien sindrom nefrotik.
e.    Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan baik independen, dependen, atau interdependen.

  1. Ruang Lingkup
Pembuatan makalah ini dibatasi oleh tinjauan teori mengenai asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.

  1. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan menelaah literatur yang berkaitan dengan penulisan dari media cetak dan elektronik.

  1. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah terdiri dari tiga bab.
Bab I Pendahuluan.
Bagian dari pendahuluan ini meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Teori.
Bagian dari tinjauan teori ini meliputi Pengertian, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan Medis, dan Asuhan Keperawatan dengan Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, dan Intervensi di dalamnya.
Bab III Penutup.
Bagian dari penutup ini meliputi Kesimpulan dan Saran.



BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. PENGERTIAN
1.    Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
2.    Sindrom nefrotik adalah entitas klinis yang terjadi akibat kehilangan masif protein melalui urine (terutama albuminuria) yang menyebabkan hipoalbuminemia dan edema. (Abraham M. Rudolph, 2006).
3.    Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman, 2000).

  1. ANATOMI FISIOLOGI
            Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
            Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
            Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
            Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.    
1.    Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2.    Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a)    Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
b)    Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.


c)    Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d)    Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

  1. ETIOLOGI
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu:
1.    Primer
a)    Glomerulonefritis
b)    Nefrotik sindrom perubahan minimal
2.    Sekunder
a)    Diabetes Mellitus
b)    Sistema Lupus Erimatosis
c)    Amyloidosis
3.    Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

  1. PATOFISIOLOGI
            Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan permeabilitas karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya. Jika albumin terus menerus hilang maka akan terjadi hipoalbuminemia.
            Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.
            Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).
            Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. Penyebab mencakup glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.






MANIFESTASI KLINIS
1.    Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah:
a)    Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b)    Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c)    Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d)    Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2.    Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3.    Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat penumpukan tekanan permukaan akibat proteinuria.
4.    Hematuri
5.    Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
6.    Malaise
7.    Sakit kepala
8.    Mual, anoreksia
9.    Irritabilitas
10.  Keletihan

  1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    Laboratorium
Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein di dalam urin).
Pemeriksaan darah
a.    Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
b.    Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
c.    Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal.
2.    Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara jelas, yaitu:
a.    Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b.    Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).

  1. KOMPLIKASI
1.    Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
2.    Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan immunoglobulin.
3.    Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
4.    Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.


  1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Suportif
1.    Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
2.    Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
a.    Memonitor urin output
b.    Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c.    Pembatasan cairan, sampai 1 liter
3.    Memonitor fungsi ginjal
a.    Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b.    Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
                                   
LFG (ml/menit/1,73m2)=                                            
               
 *pada perempuan dikali 0,85
Dasar Derajat Penyakit
Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mn/1.73m2)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal
≥ 90
60-89
30-58
15-29
< 15 atau dialisis
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)
c.    Mencegah komplikasi
d.    Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena efek kehilangan hanya bersifat sementara.


Tindakan khusus
1.    Pemberian diuretik (Furosemid IV).
2.    Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids, cyclosporin)
3.    Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
4.    Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
5.    Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
6.    Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7.    Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai anak mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap
8.    Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang berat

  1. ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a.    Penyakit kompleks imun seperti sistemik lupus eritematosus dan skleroderma
b.    Pemajanan terhadap obat nefrotoksik atau bahan seperti antimikrobial, agen anti-inflamasi, agen kemoterapi, media kontras, pestisida, obat narkotika, atau logam berat.
c.    Infeksi tenggorok atau kulit sebelumnya dengan streptococcus beta-hemolitik atau hepatitis
Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum:
a.    Edema, secara umum tampak pada wajah (periorbital) dan kaki tetapi dapat tampak sebagai asites, edema paru, atau efusi pleural
b.    Hipertensi ringan
c.    Azotemia
Peningkatan kreatinin serum di atas 2 mg/100ml dan nitrogen urea di atas 25 mg/100 ml.
d.    Hematuria
e.    Penurunan haluaran urine dengan berat jenis
f.     Urine gelap (warna teh).
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) serta ADH (antidiuretik hormon) sehingga mengakibatkan retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.
g.    Peningkatan berat badan karena retensi cairan
h.    Sakit kepala, peka, atau perubahan ringan pada mental karena hipertensi
Pemeriksaaan lain-lain
a.    Pemerikasaan Esbach: proteinuria terutama albumin sebanyak 10-15 gram/hari.
b.    Hipoalbuminemia dan globulin normal atau meningkat.
c.    Hipercolesterolemia.
d.    Fibrinogen meningkat dan kadar ureum normal.
e.    Kadang-kadang mengalami anemia defisiensi besi.

2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan.
b.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia).
d.    Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
e.    Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein, cairan dan edema.
f.     Gangguan perfusi jaringan perifer yang b.d hipertensi. (Kathleen Morgan, 2007).
g.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
h.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
i.      Defisit pengetahuan yang b.d perawatan di rumah. (Kathleen Morgan, 2007).

3.    Intervensi & Rasionalisasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan. (Doenges, 2001)
Tujuan: Kelebihan volume cairan terkontrol
Kriteria Hasil:
1)    Pasien tidak menunjukan tanda-tanda akumulasi cairan.
2)    Pasien mendapatkan volume cairan yang tepat.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian
Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien.
Timbang berat badan tiap hari
Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.
Programkan pasien pada diet rendah natrium selama fase edema
Suatu diet rendah natrium dapat mencegah retensi cairan
Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4).
Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh.
Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh:
BUN, kreatinin, natrium, kalium, Hb/ht, foto dada
Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan.
Berikan obat sesuai indikasi
Diuretik, contoh furosemid (lasix), mannitol (Os-mitol;

Diberikan dini pada fase oliguria untuk mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalimea, dan meningkatkan volume urine adekuat
Antihiperetensif,contoh klonidin (Catapres); metildopa(Aldomet);prazosin(Minipress)
Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek  berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal,dan/atau kelebihan volume sirkulasi





Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun. (Kathleen Morgan, 2007)
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil: Tak mengalami tanda / gejala infeksi
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau pasien setiap hari untuk detensi tanda serta gejala infeksi, termasuk batuk, demam, hidung tersumbat, drainase purulen, dan nyeri tenggorok.
Pemantauan memastikan pengenalan dini dan terapi yang tepat terhadap infeksi
Kaji intregitas kulit.
Ekskorisi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan
Reaksi demam adanya indikator infeksi lebih lanjut
Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.
Menurunkan resiko kontaminasi silang.
Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang berhubungan dengan area invasive.
Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.
Jangan izinkan seorang pun yang mengidap infeksi akut untuk mengunjungi pasien
Keadaan immunosupresi membuat pasien  rentan terhadap infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia). (Kathleen Morgan, 2007).
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan yang diharapkan
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji / catat pemasukan diet.
Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.
Timbang BB tiap hari.
Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan .
Meningkatkan nafsu makan .
Berikan makanan sedikit tapi sering.
meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik
Berikan diet tinggi protein dan rendah garam.
Memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine.
Berikan makanan yang disukai dan menarik
Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi beberapa makanan kesukanannya.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, albumin serum, transferin, natrium, dan kalium.
Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan efektivitas terapi.




Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh. (Kathleen Morgan, 2007).
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
Berikan perawatan kulit yang tepat, termasuk mandi harian dengan menggunakan sabun pelembab, masase, dan penggantian linen serta pakaian kotor.
Perawatan kulit yang baik dapat menjaga kulit bebas dari bahan pengiritasi dan membantu mencegah kerusakan kulit.
Bersihkan kelopak mata yang mengalami edema
Meningkatkan rasa nyaman pasien
Rubah posisi tidur sesering mungkin, pertahankan kesejajaran tubuh.
Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan da meningkatkan proses kesembuhan
Topang atau tinggikan area-area yang mengalami edema, seperti lengan, tungkai, dan skrotum, dengan menggunakan bantal atau linen tempat tidur. Gunakan bedak pada area ini.
Meninggikan atau menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema. Menggnakan bedak dapat mengurangi kelembapan dan gesekan yang ditimbulkan ketika permukaan tubuh saling bergesek.
Tingkatkan jumlah aktivitas pasien, seiring edema mereda
Peningkatan aktivitas membantu mencegah kerusakan kulit akibat tirah baring yang lama

Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein, cairan dan edema (Suriadi, 2006).
Tujuan: Resiko kehilangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil: Tidak ditemukannya atau tanda-tandanya  kehilangan cairan intravaskuler seperti:
  1. Masukan dan keluaran seimbang
  2. Tanda vital yang stabil
  3. Elektrolit dalam batas normal
  4. Hidrasi adekuat yang ditunjukkan dengan turgor kulit yang normal
INTERVENSI
RASIONALISASI
Awasi TTV
Hipotensi ortostatik dan takikardi indikasi hipovolemia.
Kaji masukan dan haluaran cairan. Hitung kehilangan tak kasat mata.
Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan. Pemasukan cairan harus memperkirakan kehilangan memaui urine, nasogastik/drainase luka, dan kehilangan tak kasat mata (contoh keringatan, dan metabolisme)
Kaji membran mukosa mulut  dan elastisitas turgor kulit
Membran mukosa kering, turgor kulit buruk, dan penurunan nadi dalah indikator dehidrasi
Berikan cairan sesuai indikasi ; misalnya albumin
penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.
Berikan cairan parenteral sesuai dengan petunjuk
Pemberian cairan parenteral diperlukan, dengan tujuan mempertahankann hidrasi yang adekuat.
Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh protein (albumin)
Mengkaji untuk penanganan medis berikutnya



Gangguan perfusi jaringan perifer yang b.d hipertensi. (Kathleen Morgan, 2007).
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan perfusi jaringan yang normal
kriteria hasil: tekanan darah normal, tidak ada sakit kepala dan kejang, serta waktu pengisian kapiler.
Intervensi
Rasional
Pantau tekanan darah pasien setiap 4 jam
Pemantauan memastikan pengenalan dini dan terapi hipertensi yang tepat.
Lakukan kewaspadaan serangan kejang berikut.
1.    Pertahankan jalan napas melalui mulut dan persiapkan peralatan pengisap dekat sisi tempat tidur pasien
2.    Sematkan tanda di atas tempat tidur pasien dan pintu kamar, yang berisi peringatan untuk semua petugas kesehatan tentang status kejang pasien
Hipertensi berat dan hipoksia serebral meningkatkan resiko kejang.
Beri obat-obatan anti hipertensi sesuai program
Pasien mungkin membutuhkan obat anti hipertensi untuk mengurangi tekanan darah dan mengurangi resiko, koplikasi, termasuk kejang, stroke, gagal gantung, dan sakit kepala

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan karena penyakit. (Toto Suharyanto, 2009).
Tujuan             : pasien dapat menggungkapkan kekuatirannya atas penolakan oleh orang lain karena perubahan kulit dari pembedahan/ terapi radiasi.
Kriteria hasil    : mendiskusikan strategi-strategi untuk mengatasi perubahan pada citr
a tubuh.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji pengetahuan pasien terhadap adanya potensi kecacatan yangberhubungan dengan pembedahan dan perubahan.
memberikan informasi untuk memformulasikan perencanaan.
Pantau kemampuan pasien untuk melihat perubahan bentuk dirinya.
ketidakmampuan untuk melihat bagian tubuhnya yang terkena mungkin mengindikasikan kesulitan dalam koping.
Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaan mengenai perubahan penampilan
memberikan jalan untuk mengekpresikan dirinya.
Diskusikan pilihan untuk rekontruksikan dan cara-cara untuk membuat penampilan yang kurang menjadi menarik.
meningkatkan control diri sendiri atas kehilangan.


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (Toto Suharyanto, 2009).
Tujuan : mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan
Kriteria hasil :
• Terjadi peningkatan mobilitas.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas
sebagai pengkajian awal aktivitas klien.
Tingkatkan tirah baring / duduk.
meningkatkan istirahat dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Ubah posisi dengan sering.
pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
Berikan dorongan untuk beraktivitas bertahap. 
melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.
Ajarkan teknik penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri.
menurunkan kelelahan.
Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.
memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.




                                                    



Defisit pengetahuan yang b.d perawatan di rumah. (Kathleen Morgan, 2007).
Tujuan: Pasien menunjukkan pemahaman mengenai perawatan di rumah.
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan pemahaman tentang intruksi perawatan di rumah
Intervensi
Rasional
Kaji pemahaman keluarga dan pasien  tentang penyakit dan terapi yang di programkan
Pengkajian semacam ini merupakan dasar untuk memulai penyuluhan
Ajarkan keluarga pentingnya mempoertahankan pasien pada diet rendah natrium
Mengurangi asupan natrium pasien  dapat mencegah retensi cairan
Nasihati keluarga  bahwa pasien mungkin mengalami perubahan suasana hati dan peningkatan iritabilitas. Pastikan mereka mengalami bahwa hal ini normal, tetapi nasihati mereka untuk tidak membiarkan pasien  menjadi manipulative.
Perubahan suasana hati dan iritabilitas umumnya terjdi akibat rawat inap di rumah sakit dan penggunaan obat.
Intruksikan keluarga tidak membatasi aktifitas pasien kecuali pasien  saangat lelah
Pasien  yang mengalami sindrom nefrotik biasanya dapat menoleransi peningkatan aktifitas, setelah fase edema berlalu.
Ajarkan keluarga cara menguji urine pasienuntuk kandungan protein di dalamnya.
Suatu penungkatan kandungan protein dalam urine dapat mengindikasikan kebutuhan akan perubahan dalam medikasi.



BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan defisit pengetahuan.

  1. SARAN
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian. 


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Rudolph, Abraham. 2009. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol.2 . Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM.
Suriadi dan Rita Yulianni. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar