BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan gangguan
klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein
densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Insidens lebih tinggi pada laki-laki
dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik
bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak,
kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal
( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka
mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi
dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon
untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. ( Cecily L Betz, 2002 ).
Berdasarkan hasil penelitian univariat
terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada
kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada
laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom
nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun
( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun.
Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom
nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. (Tika
Putri, http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan
perawat lebih mengenali tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana
keperawatan terhadap pasien nefrotik.
- Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memberikan
asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi,
penyebab,tanda gejala, diagnosa, dan penatalaksanaan medis dari penyakit
sindrom nefrotik.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian
pada pasien dengan sindrom nefrotik.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana
keperawatan pada pasien sindrom nefrotik.
e.
Mahasiswa
mampu melakukan tindakan keperawatan baik independen, dependen, atau
interdependen.
- Ruang Lingkup
Pembuatan makalah ini dibatasi oleh
tinjauan teori mengenai asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
- Metode Penulisan
Metode penulisan makalah, penulis
menggunakan metode studi kepustakaan dengan menelaah literatur yang berkaitan
dengan penulisan dari media cetak dan elektronik.
- Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah
terdiri dari tiga bab.
Bab
I Pendahuluan.
Bagian dari pendahuluan ini meliputi
Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan.
Bab
II Tinjauan Teori.
Bagian dari tinjauan teori ini
meliputi Pengertian, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan
Gejala, Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan Medis, dan Asuhan Keperawatan
dengan Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, dan Intervensi di dalamnya.
Bab
III Penutup.
Bagian dari penutup ini meliputi
Kesimpulan dan Saran.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
- PENGERTIAN
1. Sindrom nefrotik merupakan gangguan
klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein
densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Sindrom nefrotik adalah entitas klinis
yang terjadi akibat kehilangan masif protein melalui urine (terutama
albuminuria) yang menyebabkan hipoalbuminemia dan edema. (Abraham M. Rudolph,
2006).
3. Nefrotik sindrom merupakan kelainan
klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia.
(Baughman, 2000).
- ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang
terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri
kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh
karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal
setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula
terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12
buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini
ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam
kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah
2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis
dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli,
sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan
membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal,
loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus
koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula
lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang
sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1.
Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari
glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat
tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik
intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per
luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa
: 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun :
30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2.
Tubulus
Fungsi utama dari tubulus
adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a)
Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal
merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 %
dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi
adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula
dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat,
malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa
organik.
b)
Loop of henle
Loop of henle yang terdiri
atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi
untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
c)
Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam
basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi
Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d)
Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan
menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal
dan dikendalikan oleh aldosteron.
- ETIOLOGI
Penyebab nefrotik sindrom dibagi
menjadi 3, yaitu:
1.
Primer
a)
Glomerulonefritis
b)
Nefrotik
sindrom perubahan minimal
2.
Sekunder
a)
Diabetes
Mellitus
b)
Sistema
Lupus Erimatosis
c)
Amyloidosis
3.
Sindrom
nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
- PATOFISIOLOGI
Glomeruli
adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada nefrotik
sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan permeabilitas
karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein, terutama albumin
ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ
ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya. Jika albumin terus menerus
hilang maka akan terjadi hipoalbuminemia.
Hilangnya
protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang
cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem
renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan
reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan
akhirnya menambah volume intravaskuler.
Hilangnya
protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density Lipoprotein) dalam
hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Adanya
hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin ( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).
Menurunya
respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. Penyebab mencakup
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus
erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah:
a) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki
bagian atas.
c) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura.
d) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang
menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena
penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa,
akibat penumpukan tekanan permukaan akibat proteinuria.
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi
karena penurunan volume
cairan vaskuler yang menstimulli sistem
renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual,
anoreksia
9. Irritabilitas
10. Keletihan
- PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Laboratorium
Pemeriksaan
sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan
adanya proteinuri (adanya protein di dalam urin).
Pemeriksaan
darah
a.
Hipoalbuminemia
dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
b.
Hiperkolesterolemia
(kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan Low Density
Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
c.
Pemeriksaan
elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal.
2.
Pemeriksaan
lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu
dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara jelas, yaitu:
a.
Biopsi
ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b.
Pemeriksaan
penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
- KOMPLIKASI
1.
Trombosis
vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
2.
Infeksi
(seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan
immunoglobulin.
3.
Gagal
ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
4.
Edema
pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
- PENATALAKSANAAN
MEDIS
Suportif
1.
Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring
2.
Memonitor
dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
a.
Memonitor
urin output
b.
Pemeriksaan
tekanan darah secara berkala
c.
Pembatasan
cairan, sampai 1 liter
3.
Memonitor
fungsi ginjal
a.
Lakukan
pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b.
Hitung
GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2)=
*pada perempuan dikali 0,85
Dasar
Derajat Penyakit
|
||
Derajat
|
Penjelasan
|
LFG
(ml/mn/1.73m2)
|
1
2
3
4
5
|
Kerusakan ginjal dengan
LFG normal atau ↑
Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ ringan
Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan
LFG ↓ berat
Gagal ginjal
|
≥
90
60-89
30-58
15-29
<
15 atau dialisis
|
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)
c.
Mencegah
komplikasi
d.
Pemberian
transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena efek kehilangan hanya
bersifat sementara.
Tindakan
khusus
1.
Pemberian
diuretik (Furosemid IV).
2.
Pemberian
imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids, cyclosporin)
3.
Pembatasan
glukosa darah, apabila diabetes mellitus
4.
Pemberian
albumin-rendah garam bila diperlukan
5.
Pemberian
ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
6.
Diet
tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7.
Antibiotik
profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai anak mendapat
pengurangan dosis steroid secara bertahap
8.
Irigasi
mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang berat
- ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Riwayat atau adanya faktor-faktor
resiko:
a.
Penyakit
kompleks imun seperti sistemik lupus eritematosus dan skleroderma
b.
Pemajanan
terhadap obat nefrotoksik atau bahan seperti antimikrobial, agen
anti-inflamasi, agen kemoterapi, media kontras, pestisida, obat narkotika, atau
logam berat.
c.
Infeksi
tenggorok atau kulit sebelumnya dengan streptococcus beta-hemolitik atau hepatitis
Pemeriksaan fisik berdasarkan survei
umum:
a.
Edema,
secara umum tampak pada wajah (periorbital) dan kaki tetapi dapat tampak
sebagai asites, edema paru, atau efusi pleural
b.
Hipertensi
ringan
c.
Azotemia
Peningkatan
kreatinin serum di atas 2 mg/100ml dan nitrogen urea di atas 25 mg/100 ml.
d.
Hematuria
e.
Penurunan
haluaran urine dengan berat jenis
f.
Urine
gelap (warna teh).
Berkurangnya volume
intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) serta ADH (antidiuretik hormon) sehingga mengakibatkan retensi natrium dan air, sehingga produksi urine
menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.
g.
Peningkatan
berat badan karena retensi cairan
h.
Sakit
kepala, peka, atau perubahan ringan pada mental karena hipertensi
Pemeriksaaan lain-lain
a.
Pemerikasaan
Esbach: proteinuria terutama albumin sebanyak 10-15 gram/hari.
b.
Hipoalbuminemia
dan globulin normal atau meningkat.
c.
Hipercolesterolemia.
d.
Fibrinogen
meningkat dan kadar ureum normal.
e.
Kadang-kadang
mengalami anemia defisiensi besi.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan.
b.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
(anoreksia).
d.
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
e.
Resiko
kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein,
cairan dan edema.
f.
Gangguan
perfusi jaringan perifer yang b.d hipertensi. (Kathleen Morgan, 2007).
g.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
h.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan
i.
Defisit
pengetahuan yang b.d perawatan di rumah. (Kathleen Morgan, 2007).
3. Intervensi & Rasionalisasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
akumulasi cairan di dalam jaringan. (Doenges, 2001)
Tujuan: Kelebihan volume cairan terkontrol
Kriteria Hasil:
1) Pasien tidak menunjukan tanda-tanda akumulasi cairan.
2)
Pasien mendapatkan volume cairan yang
tepat.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian
|
Pemantauan membantu
menentukan status cairan pasien.
|
Timbang berat badan tiap hari
|
Penimbangan berat badan harian adalah
pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga ada retensi cairan.
|
Programkan pasien pada diet rendah natrium selama fase edema
|
Suatu diet rendah natrium dapat mencegah retensi cairan
|
Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk
edema. Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4).
|
Edema terjadi terutama pada jaringan yang
tergantung pada tubuh.
|
Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh:
BUN, kreatinin, natrium, kalium, Hb/ht, foto
dada
|
Mengkaji berlanjutnya dan penanganan
disfungsi/gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin meningkat, kreatinin
adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi
oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan.
|
Berikan obat sesuai indikasi
Diuretik, contoh furosemid (lasix),
mannitol (Os-mitol;
|
Diberikan dini pada fase
oliguria untuk
mengubah ke fase nonoliguria, untuk
melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan
hiperkalimea, dan meningkatkan volume urine adekuat
|
Antihiperetensif,contoh klonidin
(Catapres); metildopa(Aldomet);prazosin(Minipress)
|
Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi
dengan efek berbalikan dari penurunan
aluran darah ginjal,dan/atau kelebihan volume sirkulasi
|
Resiko infeksi
berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun. (Kathleen Morgan, 2007)
|
|
Tujuan: Infeksi tidak
terjadi
Kriteria
hasil: Tak mengalami tanda / gejala infeksi
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau pasien setiap
hari untuk detensi tanda serta gejala infeksi, termasuk batuk, demam, hidung
tersumbat, drainase purulen, dan nyeri tenggorok.
|
Pemantauan memastikan
pengenalan dini dan terapi yang tepat terhadap infeksi
|
Kaji intregitas kulit.
|
Ekskorisi akibat
gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
|
Awasi tanda vital
untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan
|
Reaksi demam adanya
indikator infeksi lebih lanjut
|
Tingkatkan cuci tangan
yang baik pada pasien dan perawat.
|
Menurunkan resiko
kontaminasi silang.
|
Pertahankan prinsip
aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang berhubungan dengan area
invasive.
|
Membatasi introduksi
bakteri kedalam tubuh.
|
Jangan izinkan seorang
pun yang mengidap infeksi akut untuk mengunjungi pasien
|
Keadaan immunosupresi
membuat pasien rentan terhadap
infeksi.
|
Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
|
Membantu pemilihan
pengobatan infeksi paling efektif.
|
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia).
(Kathleen Morgan, 2007).
|
|
Tujuan : kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan yang
diharapkan
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji / catat pemasukan
diet.
|
Membantu dan
mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.
|
Timbang BB tiap hari.
|
Perubahan kelebihan
0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
|
Tawarkan perawatan
mulut sebelum dan sesudah makan .
|
Meningkatkan nafsu
makan .
|
Berikan makanan
sedikit tapi sering.
|
meminimalkan anoreksia
dan mual sehubungan dengan status uremik
|
Berikan diet tinggi
protein dan rendah garam.
|
Memenuhi kebutuhan
protein, yang hilang bersama urine.
|
Berikan makanan yang
disukai dan menarik
|
Pasien cenderung
mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi beberapa makanan
kesukanannya.
|
Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh: BUN, albumin serum, transferin, natrium, dan kalium.
|
Indikator kebutuhan
nutrisi, pembatasan, dan efektivitas terapi.
|
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
(Kathleen Morgan, 2007).
|
|
Tujuan : Kerusakan
integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji kulit setiap hari.
Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
|
Menentukan garis dasar
dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang
tepat
|
Berikan perawatan
kulit yang tepat, termasuk mandi harian dengan menggunakan sabun pelembab,
masase, dan penggantian linen serta pakaian kotor.
|
Perawatan kulit yang
baik dapat menjaga kulit bebas dari bahan pengiritasi dan membantu mencegah
kerusakan kulit.
|
Bersihkan kelopak mata
yang mengalami edema
|
Meningkatkan rasa nyaman
pasien
|
Rubah posisi tidur
sesering mungkin, pertahankan kesejajaran tubuh.
|
Mengurangi stress pada
titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan da meningkatkan proses
kesembuhan
|
Topang atau tinggikan
area-area yang mengalami edema, seperti lengan, tungkai, dan skrotum, dengan
menggunakan bantal atau linen tempat tidur. Gunakan bedak pada area ini.
|
Meninggikan atau
menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema. Menggnakan bedak dapat
mengurangi kelembapan dan gesekan yang ditimbulkan ketika permukaan tubuh
saling bergesek.
|
Tingkatkan jumlah
aktivitas pasien, seiring edema mereda
|
Peningkatan aktivitas
membantu mencegah kerusakan kulit akibat tirah baring yang lama
|
Resiko kehilangan
volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein, cairan dan edema (Suriadi, 2006).
|
|
Tujuan: Resiko kehilangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil: Tidak ditemukannya
atau tanda-tandanya kehilangan cairan
intravaskuler seperti:
|
|
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Awasi TTV
|
Hipotensi ortostatik dan
takikardi indikasi hipovolemia.
|
Kaji masukan dan haluaran cairan. Hitung kehilangan tak kasat
mata.
|
Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan. Pemasukan
cairan harus memperkirakan kehilangan memaui urine, nasogastik/drainase luka,
dan kehilangan tak kasat mata (contoh keringatan, dan metabolisme)
|
Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit
|
Membran mukosa kering, turgor kulit buruk, dan
penurunan nadi dalah indikator dehidrasi
|
Berikan cairan sesuai indikasi ; misalnya albumin
|
penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang
hilang atau dikeluarkan.
|
Berikan cairan parenteral sesuai dengan petunjuk
|
Pemberian cairan parenteral diperlukan, dengan tujuan
mempertahankann hidrasi yang adekuat.
|
Awasi pemerikasaan
laboratorium, contoh protein (albumin)
|
Mengkaji untuk penanganan medis berikutnya
|
Gangguan
perfusi jaringan perifer yang b.d hipertensi. (Kathleen Morgan, 2007).
|
|
Tujuan:
Pasien dapat mempertahankan perfusi jaringan yang normal
kriteria
hasil: tekanan darah normal, tidak ada sakit kepala dan kejang, serta waktu
pengisian kapiler.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tekanan darah pasien
setiap 4 jam
|
Pemantauan
memastikan pengenalan dini dan terapi hipertensi yang tepat.
|
Lakukan kewaspadaan
serangan kejang berikut.
1. Pertahankan jalan napas melalui
mulut dan persiapkan peralatan pengisap dekat sisi tempat tidur pasien
2. Sematkan tanda di atas tempat tidur pasien
dan pintu kamar, yang berisi peringatan untuk semua petugas kesehatan tentang
status kejang pasien
|
Hipertensi
berat dan hipoksia serebral meningkatkan resiko kejang.
|
Beri obat-obatan anti
hipertensi sesuai program
|
Pasien
mungkin membutuhkan obat anti hipertensi untuk mengurangi tekanan darah dan
mengurangi resiko, koplikasi, termasuk kejang, stroke, gagal gantung, dan
sakit kepala
|
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
kecacatan karena penyakit. (Toto Suharyanto,
2009).
|
|
Tujuan :
pasien dapat menggungkapkan kekuatirannya atas penolakan oleh orang
lain karena perubahan kulit dari pembedahan/ terapi radiasi.
Kriteria hasil : mendiskusikan strategi-strategi untuk mengatasi perubahan pada citra tubuh. |
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji pengetahuan pasien terhadap adanya
potensi kecacatan yangberhubungan dengan pembedahan dan perubahan.
|
memberikan informasi untuk memformulasikan
perencanaan.
|
Pantau kemampuan pasien untuk melihat
perubahan bentuk dirinya.
|
ketidakmampuan untuk melihat bagian
tubuhnya yang terkena mungkin mengindikasikan kesulitan dalam koping.
|
Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaan
mengenai perubahan penampilan
|
memberikan jalan untuk mengekpresikan
dirinya.
|
Diskusikan pilihan untuk rekontruksikan dan
cara-cara untuk membuat penampilan yang kurang menjadi menarik.
|
meningkatkan control diri sendiri atas
kehilangan.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan (Toto Suharyanto, 2009).
|
|
Tujuan : mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan
Kriteria hasil :
• Terjadi peningkatan mobilitas.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji kemampuan klien
melakukan aktivitas
|
sebagai pengkajian
awal aktivitas klien.
|
Tingkatkan tirah
baring / duduk.
|
meningkatkan istirahat
dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
|
Ubah posisi dengan
sering.
|
pembentukan edema,
nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan
stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
|
Berikan dorongan untuk
beraktivitas bertahap.
|
melatih kekuatan otot
sedikit demi sedikit.
|
Ajarkan teknik
penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri.
|
menurunkan kelelahan.
|
Berikan perawatan diri
sesuai kebutuhan klien.
|
memenuhi kebutuhan
perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.
|
Defisit
pengetahuan yang b.d perawatan di rumah. (Kathleen Morgan, 2007).
|
|
Tujuan:
Pasien menunjukkan pemahaman mengenai perawatan di rumah.
Kriteria
hasil : Pasien mengungkapkan pemahaman tentang intruksi perawatan di rumah
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji pemahaman keluarga dan pasien tentang penyakit dan terapi yang di
programkan
|
Pengkajian semacam ini merupakan
dasar untuk memulai penyuluhan
|
Ajarkan keluarga pentingnya
mempoertahankan pasien pada diet rendah natrium
|
Mengurangi asupan natrium pasien dapat mencegah retensi cairan
|
Nasihati keluarga bahwa pasien mungkin mengalami perubahan
suasana hati dan peningkatan iritabilitas. Pastikan mereka mengalami bahwa
hal ini normal, tetapi nasihati mereka untuk tidak membiarkan pasien menjadi manipulative.
|
Perubahan suasana hati dan
iritabilitas umumnya terjdi akibat rawat inap di rumah sakit dan penggunaan
obat.
|
Intruksikan keluarga tidak membatasi
aktifitas pasien kecuali pasien saangat lelah
|
Pasien yang mengalami sindrom nefrotik biasanya
dapat menoleransi peningkatan aktifitas, setelah fase edema berlalu.
|
Ajarkan keluarga cara menguji urine pasienuntuk
kandungan protein di dalamnya.
|
Suatu penungkatan kandungan protein
dalam urine dapat mengindikasikan kebutuhan akan perubahan dalam medikasi.
|
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Sindrom nefrotik merupakan gangguan
klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein
densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi
menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom perubahan
minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda
lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise,
mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga
masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan, resiko tinggi
infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi kerusakan
integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan
perfusi jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan, dan defisit pengetahuan.
- SARAN
Demikian makalah yang kami sampaikan.
Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen,
teman-teman dan pembaca sekalian.
Doenges, Marilyn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Rudolph, Abraham. 2009. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol.2 . Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM.
Suriadi dan Rita Yulianni. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Rudolph, Abraham. 2009. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol.2 . Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM.
Suriadi dan Rita Yulianni. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar